🇮🇩 Bahasa Indonesia – Original

Setelah sekian purnama, akhirnya saya mengikuti kembali gala screening. Pilihan saya kali ini jatuh pada “Perempuan Pembawa Sial,” sebuah drama horor garapan Fajar Nugros, sutradara yang sebelumnya mengecewakan saya lewat “Balada Si Roy.” Dari trailer-nya, film ini seakan menjanjikan. Namun, apakah versi panjangnya akan memang sebagus itu?

Tokoh utama dalam cerita ini adalah Mirah, seorang perempuan yang baru saja menikah, yang diperankan oleh Raihaanun. Ia menikah dengan Aryo, diperankan oleh Banyu Bening. Dalam prosesi pernikahan keduanya yang menganut tradisi Jawa, keduanya menjalankan tradisi ‘ngidak endhog‘ atau ‘injak telur.’ Ketika Aryo menginjaknya, yang secara simbolis merupakan tanda kesiapan untuk mendapatkan keturunan, telur yang diinjak ternyata busuk. Pertanda buruk ini memberikan ancaman, termasuk bagi mertua Mirah. Akan tetapi, Aryo mencoba menenangkannya.

perempuan pembawa sial
Courtesy of IDN Pictures © 2025

Singkat cerita, perkawinan yang baru memasuki hari kedua malah menjadi runyam. Suatu ketika, saat Aryo sedang bekerja sebagai seorang surveyor, ia mendatangi sebuah rumah yang kemudian menerornya hingga tewas. Kematian Aryo memberikan kejutan seiring dengan serangan mistis yang juga dialami Mirah. Sang mertua pun menyalahkannya, dan Mirah memulai perjalanannya sebagai si perempuan pembawa sial.

Film ini ditulis oleh Fajar Nugros bersama Husein M. Atmodjo. Keduanya mengangkat kisah yang terinspirasi dari mitos ‘bahu laweyan,’ yang dalam tradisi Jawa adalah tanda air sebesar koin yang dimiliki seorang perempuan di bahunya. Perempuan yang memiliki tanda ini kerap dianggap akan membawa petaka. Yang menarik, keduanya juga memasukkan unsur legenda ‘Bawang Merah Bawang Putih,’ dari hubungan Mirah dan adik tirinya, Puti, yang diperankan oleh Clara Bernadeth.

perempuan pembawa sial
Courtesy of IDN Pictures © 2025

Sebagai sebuah horor, sayangnya “Perempuan Pembawa Sial” terasa kurang menggigit. Padahal, kesan mistis dari folklore yang diangkat sudah terasa begitu matang. Sayang sekali, segala kejutan jumpscare yang dibuat malah memberikan kesan ‘apa-apaan sih ini.’ Saya cenderung melihat Nugros malah mengemas film ini sebagai sebuah drama sedih dengan bumbu horor mistis Indonesia. Hiruk pikuk Mirah dengan segala kesialannya menjadi cerita utama, termasuk dengan pembangunan hubungan dengan karakter Bana, diperankan Morgan Oey, yang kemudian menjadi love interest utama dalam kisah ini.

Secara penyajian, sejujurnya saya menyukai cara penggarapan film ini. Mulai dari eksekusi set, maupun upaya penyajian mistisnya. Apalagi dengan kehadiran Didik Nini Thowok, sang maestro yang hadir sebagai ‘dukun manten’ dengan amat meyakinkan. Terlebih lagi upayanya untuk menghadirkan kembali karya ‘Tari Dwimuka’ di film ini. Bila membandingkan dengan horor lain yang sama-sama tayang di bioskop, seperti “Gereja Setan,” jumpscare yang dihadirkan di film tersebut lebih mengagetkan ketimbang di sini.

Oh ya, film ini sebetulnya secara sengaja membuka ceritanya sedikit demi sedikit, layaknya mengupas bawang, adegan yang kerap kali dilakukan Mirah. Ini merupakan salah satu simbolisasi yang dihadirkan “Perempuan Pembawa Sial,” yang sebetulnya saya tidak sadari sampai akhirnya dijelaskan oleh Nugros di sesi press conference. Termasuk juga upaya Thowok untuk menghadirkan suasana prosesi dari ‘dukun manten’ ala tradisional yang kini mulai ditinggalkan.

perempuan pembawa sial
Courtesy of IDN Pictures © 2025

Dari sisi pemain, saya menyukai penampilan Raihaanun, yang bisa membangun simpati penonton akan karakternya yang penuh kesusahan. Akan tetapi, saya merasa Clara Bernadeth bisa hadir memukau sebagai si bawang putih yang tak terduga. Yang paling terasa aneh adalah ketika menghadirkan Bana, yang menghadirkan sosok etnis Tionghoa yang membuka restoran Padang—bukan bermaksud rasis, namun rasanya amat jarang dijumpai.

Alhasil, “Perempuan Pembawa Sial” terasa cukup mengecewakan buat saya. Rasanya lebih cocok sebagai sebuah drama sedih. Cerita yang dihadirkan terasa begitu terburu-buru, ingin mengusung horor yang rasanya kurang seram, yang seakan memberikan kesimpulan untuk tidak terlalu pusing dengan alur cerita. Untung saja, secara penyajian teknis film ini terbilang bagus, walaupun sebetulnya perlu disadari bahwa pengemasan dan pembangunan karakter terasa matang. Andai saja film ini bisa membuat kita lebih merinding dan terngiang-ngiang seperti “Pengabdi Setan” atau “KKN di Desa Penari,” mungkin film ini bisa membangun kultus horor berikutnya.


🇬🇧 English Version – Translated

After many full moons, I finally attended a gala screening again. My choice this time fell on “Perempuan Pembawa Sial,” a horror drama by Fajar Nugros, a director who previously disappointed me with “Balada Si Roy.” From its trailer, this film seemed promising. But would the full version really be that good?

The main character in this story is Mirah, a newly married woman, played by Raihaanun. She marries Aryo, played by Banyu Bening. In their wedding ceremony following Javanese tradition, they perform the tradition of ‘ngidak endhog’ or ‘stepping on eggs.’ When Aryo steps on it, which symbolically represents readiness to have offspring, the egg turns out to be rotten. This bad omen poses a threat, including to Mirah’s mother-in-law. However, Aryo tries to calm her down.

perempuan pembawa sial
Courtesy of IDN Pictures © 2025

Long story short, the marriage that had just entered its second day became troubled. At one point, while Aryo was working as a surveyor, he visited a house that then terrorized him to death. Aryo’s death came as a shock along with mystical attacks that Mirah also experienced. The mother-in-law blamed her, and Mirah began her journey as the unlucky woman.

This film was written by Fajar Nugros together with Husein M. Atmodjo. They both raised a story inspired by the myth of ‘bahu laweyan,’ which in Javanese tradition is a coin-sized birthmark that a woman has on her shoulder. Women who have this mark are often considered to bring disaster. Interestingly, they also incorporated elements of the ‘Bawang Merah Bawang Putih’ legend, from the relationship between Mirah and her stepsister, Puti, played by Clara Bernadeth.

As a horror film, unfortunately “Perempuan Pembawa Sial” feels less impactful. Even though the mystical impression from the folklore being raised already feels so mature. It’s a shame that all the jumpscare surprises created instead give the impression of ‘what the heck is this.’ I tend to see Nugros packaging this film as a sad drama with Indonesian mystical horror seasoning. Mirah’s turmoil with all her misfortunes becomes the main story, including the development of her relationship with the character Bana, played by Morgan Oey, who then becomes the main love interest in this story.

perempuan pembawa sial
Courtesy of IDN Pictures © 2025

In terms of presentation, honestly I like the way this film was made. From the set execution to the efforts to present the mystical elements. Especially with the presence of Didik Nini Thowok, the maestro who appears as a ‘dukun manten’ very convincingly. Moreover, his efforts to re-present the work ‘Tari Dwimuka’ in this film. When compared to other horror films that are also showing in cinemas, such as “Gereja Setan,” the jumpscares presented in that film are more startling than here.

Oh yes, this film actually deliberately opens its story bit by bit, like peeling an onion, a scene that Mirah often does. This is one of the symbolizations presented by “Perempuan Pembawa Sial,” which I actually didn’t realize until it was explained by Nugros at the press conference session. Including Thowok’s efforts to present the atmosphere of traditional ‘dukun manten’ processions that are now being abandoned.

perempuan pembawa sial
Courtesy of IDN Pictures © 2025

From the acting side, I like Raihaanun’s performance, who can build audience sympathy for her character full of hardship. However, I feel Clara Bernadeth can appear captivating as the unexpected bawang putih. What feels strangest is when presenting Bana, who presents a Chinese ethnic figure who opens a Padang restaurant—not meaning to be racist, but it feels very rarely encountered.

As a result, “Perempuan Pembawa Sial” feels quite disappointing to me. It feels more suitable as a sad drama. The story presented feels so rushed, wanting to carry horror that feels less scary, which seems to give the conclusion not to be too bothered with the storyline. Fortunately, technically the presentation of this film is quite good, although it should actually be realized that the packaging and character development feels mature. If only this film could make us more chilled and haunted like “Pengabdi Setan” or “KKN di Desa Penari,” maybe this film could build the next horror cult.


Perempuan Pembawa Sial (2025)
97 menit
Horror, Drama
Director: Fajar Nugros
Writers: Fajar Nugros, Husein M. Atmodjo
Full Cast: Raihaanun, Clara Bernadeth, Morgan Oey, Rukman Rosadi, Aurra Kharisma, Didik Nini Thowok, Banyu Bening, Muhammad Abe Baasyin, Benidictus Siregar, Kukuh Prasetya, Ibnu Shohib, Ibnu Widodo, Nasarius Sudaryono, Ivonne Dahler, Shalima Hakim, Kukuh Riyadi, Muhammad Asyrof Al-Ghifari, Eathonk Sapto, Stani Ariftasi, Dhianya Adelia, Mirna Radila, Sharon Gracella A., Noel Kefas, Dani Mukti, Syafa Diwa, Zora Zuraidah, Sri Isworowati, Krisanita Dina, Eko Budi Antara, Putri Lindhang Kirana, Mirkoen Awaly, Tuminten, Dante Faria, Carolus Toro, Kipli Sanjaya, Fauziah, Ison Satryo, Watie Wibowo, Nana Rochana, Ningsih Maharani, Pio Kharisma, Bambang Setyawan, Chaerul, Ahmad Yaiduri, Ersan Echan Rahmana, Dyah Mulani, Sri Widayati, Elnani Yuliana, Intan Kumalasari, Frendy Kusuma, Dwi Yanto Fadjaray, Veri Sulistyo, Yoel Triadi, M. Fikri, Zaki Ardi, Kinanti Sekar
#861 – Perempuan Pembawa Sial (2025) was last modified: November 3rd, 2025 by Bavner Donaldo