Sosok yang satu ini cukup teringat jelas dalam kenangan masa kecil saya. Kucing oyen nan gemoy, yang menjadi pengisi utama kaus hijau tua mungil saya. Karakter kartun klasik ini ternyata kembali dihidupkan di layar lebar. Dalam bentuk animasi, “The Garfield Movie” akan menawarkan cerita petualangan Garfield yang akan menghibur mereka yang cilik dan dewasa.
Kisah diawali dengan Garfield, yang disuarakan oleh Chris Pratt, yang memulai ceritanya dengan amat menarik. Kucing oren ini memulai monolognya pada penonton, sambil menceritakan awal mula perjalanannya yang kini hidup bahagia. Ia membawa kita pada kehidupan kecilnya, saat Ia masih mungil, yang ceritanya ditinggalkan sang ayah, Vic, meong besar yang disuarakan Samuel L. Jackson.
Merasa dibiarkan, Garfield mungil menatap sebuah restoran Italia yang amat menyoloknya. Suasana ramai pengunjung dan tampak amat hidup membawanya nekat kesana. Disana Ia malah bertemu Jon, disuarakan Nicholas Hoult, yang sedang tidak baik-baik saja. Pintarnya, Garfield mungil kemudian memasang muka memelas, seiring ketertarikan Ia dengan pizza yang ada di meja Jon, dari balik jendela.
Pertemuan tersebut malah membuat Jon harus keluar dari apartemennya, yang melarang Ia merawat hewan, dan kemudian memiliki rumah sendiri. Tak cuma jadi peliharaan solo, Jon kemudian memelihara anjing Beagle bernama Odie, disuarakan oleh Harvey Guillen, yang kemudian menjadi pasangan crime in action Garfield di rumah. Namanya kucing, predikat tuan diserahkan pada di peliharaan. Garfield dan Odie bertingkah dengan rusuh namun disayang, sampai suatu ketika Ia kembali bertemu dengan Vic, dan memulai perjalanan di luar rumah.
“The Garfield Movie” merupakan salah satu tontonan dari 2024 yang saya sayangkan tidak sempat saya saksikan di layar lebar. Film ini disutradarai oleh Mark Dindal, sutradara yang sebelumnya menulis dan menyutradarai film Disney seperti “Chicken Little” dan “The Emperor’s New Groove.” Dari ceritanya, karakter yang dibuat oleh Jim Davis ini, dibuat adaptasinya oleh Paul A. Kaplan, Mark Torgove, dan David Reynolds.
Alur ceritanya sendiri sebetulnya tidak rumit. Salah satu kehebatan “The Garfield Movie” adalah film ini sudah amat menghibur sedari awal. Ini yang kemudian membangun mood meter saya saat menyaksikan film ini. Sayangnya, ketika petualangan dimulai, rasanya menjadi agak biasa, yang mengingatkan saya dengan kemasan petualangan “Chicken Run: Dawn of the Nugget.”
Cerita kemudian menjadi semakin menarik ketika masuk ke bagian tengah cerita, seiring memberi penekanan pada hubungan ayah-anak antara Garfield dan Vic. Pada bagian ini saya merasa “The Garfield Movie” semakin menghibur sampai ke akhir cerita. Menariknya, film ini terbilang akan memikat kelompok dewasa dan anak-anak. Penyajian ceritanya yang terbilang masih family-friendly akan memikat melaui visualisasi kreatif yang kadang mengingatkan kita dengan kartun “Tom and Jerry,” tetapi juga sekaligus menghadirkan jokes-jokes yang dimengerti para dewasa, misalnya ketika Garfield mereferensikan hal-hal seperti “Shark Tank” ataupun “Catflix.”
Pada akhirnya, saya makin cinta dengan Garfield. Animasi ini justru lebih lucu dari versi live action “Garfield: The Movie” yang terasa B aja. Sosok Garfield yang awalnya imut namun rakus, ternyata berubah menjadi kucing cerdas, gemoy, dan pintar. Sikapnya yang banyak omong, malah menciptakan rasa intelektualnya yang tidak omong kosong. Walaupun tak ada hal banyak yang bisa diunggulkan, setidaknya film ini mampu membuat saya cekikikan sendiri. Lumayanlah, not bad.