Pernah tidak sih kalian melihat pasangan yang berbeda ras? Dalam arti yang lebih eksplisit, misalkan ketika seorang pria western berpasangan dengan seorang wanita asian. Tentu terlihat biasa. Bagaimana kalau kondisinya dibalik? Hal ini menjadi salah satu bahasan dalam sebuah film Asian American yang berjudul “Shortcomings.”
Film ini dimulai dengan adegan Mrs. Wong, diperankan oleh Stephanie Hsu, yang ceritanya ingin menginap bersama suaminya di sebuah penthouse. Sayangnya, petugas yang merupakan seorang berkulit putih menolaknya. Lantas, perempuan ini mengadu ke suaminya, dan keduanya memberi kejutan. Keduanya membeli bangunan tersebut, sekaligus menghukum petugas rasis tersebut.
Bagian seru tadi merupakan awal dari “Shortcomings.” Ternyata, itu cuma sepotong cuplikan dari film yang ditonton Ben, diperankan oleh Justin H. Min. Ia menyaksikannya di sebuah festival film Asian American bersama kekasihnya Miko, yang diperankan oleh Ally Maki. Menurutnya, tontonan tersebut terasa membosankan. Hal ini begitu kontras dengan Miko yang merasa ini semacam keinginan para asian american.
Hubungan Ben dan Miko terasa tidak baik-baik saja. Untungnya, Ben punya sahabat yang selalu jadi pendengar setianya. Ia adalah Alice, diperankan oleh Sherry Cola, seorang Korean American yang juga lesbian. Masalah dimulai ketika Miko memutuskan untuk mengambil sebuah posisi magang, yang membuatnya Ia harus pindah ke New York. Apalagi Miko juga meminta hubungan keduanya untuk dijeda dulu. Kondisi menjadi semakin mengkhawatirkan Ben ketika Miko mulai tak mengabari, dan Ia memulai kesendiriannya.
“Shortcomings” merupakan sebuah directorial debut aktor Randall Park. Cerita film ini diangkat dari sebuah novel grafis karangan Adrian Tomine, yang juga diadaptasi ke dalam naskah oleh sang penulis. Dari segi cerita, apa yang ditawarkan film ini terasa cukup khas. Cerita cinta yang diangkat dibalut dengan gambaran representasi kelompok Asia di Amerika.
Mengingat karakter Ben berprofesi sehari-hari mengelola sebuah bioskop, banyak sekali film-film yang sepintas jadi bahan dialog film ini. Misalnya ketika Ben menyaksikan kembali “Ohayo” seiring teringat dengan sang kekasih yang sedang pergi. Ataupun ketika kedua stafnya beradu mana versi Spider-Man yang lebih baik.
Dari segi penyajian, “Shortcomings” hadir tidak terlalu panjang, hanya sekitar satu setengah jam. Awalnya, saya merasa film ini cukup membosankan. Alhasil, dialog demi dialog yang dihadirkan malah semakin membangun rasa ingin tahu dengan karakter Sam, termasuk pemikirannya yang kadang terasa cukup self-centric.
Ada beberapa hal yang menarik dari “Shortcomings.” Pertama, sedari awal, opening title film yang memperlihatkan ketika tokoh utama hadir datar, terasa cukup membangun ketertarikan saya untuk menikmati ceritanya. Kedua, penyajian cerita diselingi dengan judul chapter, selayaknya membaca novel. Ketiga, dialog-dialog, yang walaupun tidak terasa dikemas berkarakter lebay, namun merepresentasikan bagaimana penggambaran karakter yang lebih natural.
Melihat dari karakterisasinya, saya menyukai bagaimana “Shortcomings” membangun hubungan Ben dan Alice. Penonton yang sepintas hanya melihat persahabatan mereka, bisa seperti memahami keduanya sekian lama. Termasuk dengan penampilan keduanya. Justin H. Min menawarkan penampilan yang perlahan-laha memukau secara natural. Seiring berjalannya cerita, ada banyak rasa yang dihadirkan melalui Ben, walaupun Ia tidak hadir terlalu ekspesif.
Topik utama film ini ternyata bukan sekedar kisah cinta, tapi lebih kepada mengenai sebuah pandangan. Hal ini terasa semakin berbeda ketika tema rasisme cukup dibawa-bawa ceritanya, termasuk dengan pandangan Ben yang tidak terlalu proud Asian layaknya orang-orang di sekitarnya. Karakternya seperti akan menepis tak perlu adanya perbedaan akan ras, termasuk sexual attraction-nya pada perempuan berkulit putih.
Pada akhirnya, “Shortcomings” memang tidak terlalu memukau, tapi terbilang jadi tontonan yang cukup menarik disimak. Film yang semula dirilis pada Sundance Film Festival ini terbilang menawarkan cerita cinta asian american, yang tak semegah “Crazy Rich Asians,” tak seunik “The Big Sick,” namun memberi perspektif lain dari kekuatan karakter tokoh utamanya.