Kondisi dunia yang kini terbilang modern, belum mampu menghilangkan yang namanya status penjajahan dan juga imperialisme. Tak hanya perang Russia-Ukraina yang tidak kunjung selesai, ternyata Brasil juga punya masalah perampasan di dalam rumah tangga mereka sendiri. Salah satu sajian dari National Geographic Documentary pada season ini yang berjudul “The Territory” akan membawa kita ke dalam fakta perebutan lahan penduduk asli Amazon.
Setting dalam dokumenter ini adalah di tahun 2018, ketika Brasil tengah berada dalam tahun politik. Di tahun tersebut, petahana Jair Bolsonaro kembali mencalonkan diri. Sosoknya yang liberal, membawa ancaman yang cukup besar. Bolsonaro menginjinkan adanya perampasan lahan para penduduk pribumi aka penduduk asli, demi meningkatkan produktivitas masyarakatnya. Masalahnya, Brasil adalah negara terbesar dengan kelompok pribumi aka primitif terbesar di dunia. Kelompok pribumi berupaya untuk menjaga keaslian alam demi terciptanya keseimbangan bumi.
Ketika Bolsonaro ternyata terpilih, hal ini malah menyakitkan sosok Neidinha, seorang aktivis yang selama ini menjaga wilayah penduduk pribumi Uru-eu-wau-wau. Penduduk Uru-eu-wau-wau sebetulnya memiliki wilayah yang dilindungi oleh undang-undang. Habitat mereka ada di provinsi Rondonia, yang wilayahnya sebagian besar masih terbilang luas karena menjadi salah satu pusat wilayah suku asli pribumi.
Jangan sembarangan judge by its cover ya. Walaupun dikatakan sebagai penduduk asli, penduduk Uru-eu-wau-wau sudah mengadopsi beberapa unsur modern. Hal ini mungkin terbilang sedikit serupa dengan rekan-rekan kita yang berasa dari Baduy Luar. Masalahnya, tidak hanya perbatasan wilayah yang perlu mereka jaga. Keberadaan mereka pun terancam punah. Jumlah yang semakin sedikit, yang kini hanya kurang dari 200 orang menjadikannya sebagai tantangan lain dari cerita ini.
Selain Neidinha, film yang disutradarai oleh Alex Pritz ini akan mengajak kita berkenalan dengan lelaki 18 tahun dari Uru-eu-wau-wau yang bernama Bitate. Bitate tumbuh menjadi seorang pemuda yang kemudian dipercayakan oleh tua-tua disana untuk menjadi pemimpin kelompok mereka. Alhasil, Bitate memanfaatkan teknologi sebagai upaya menjaga wilayah para penduduk pribumi.
Menariknya, kajian yang diangkat dalam film ini terasa seimbang. Kita tidak hanya akan terfokus dengan sosok protagonis di film ini. Pritz membawa sudut pandang yang lain. Misalnya, Ia menghadirkan sosok Sergio. Sergio, yang merupakan seorang buruh tani untuk saudagar kaya, berupaya untuk memiliki lahan sendiri. Ia mendirikan sebuah asosiasi yang diberi nama Rio Bonita, alih-alih untuk dapat memanfaatkan lahan yang dilindungi tersebut secara legal.
Ekstrimnya, juga ada sosok Martins, yang berupaya untuk mengambil wilayah lindung ini. Dengan berbekal gergaji mesin miliknya, Ia menebang pohon-pohon disana. Menurutnya, bila Ia berhasil menguasai tanah itu untuk dijadikan miliknya, tentu pemerintah akan mendukung.
Yang paling menyakitkan dalam film ini adalah ketika sosok Ari diperkenalkan. Ari merupakan penduduk Uru-eu-wau-wau yang aktif melakukan patroli demi menjaga wilayah kaumnya. Masalahnya, aktivis ini kemudian dibunuh di tahun 2020 dan masih belum ditemukan pelakunya.
Apa yang dihadirkan “The Territory” sebetulnya bukan kaleng-kaleng. Rekaman yang dibuat oleh Pritz cukup dikembangkan dengan sound editing yang membangun keseruan ceritanya. Belum lagi ini ditambah dengan shot-shot indah yang membuat kesan sinematis dalam film ini begitu luar biasa.
Secara keseluruhan, “The Territory” adalah sebuah tontonan yang lebih dari edukatif. Film ini akan menyadarkan kita dalam kondisi dilema ketika harus memilih lingkungan, ekonomi, sampai urusan politik. Ini membuktikan bahwa dinamika di Brasil yang merupakan negara terluas di Amerika Selatan ini memang masih ruwet. Sengketa antara penduduk asli dengan penduduk hasil kolonialisme masih saling beradu.
Alhasil, film yang berdurasi 85 menit ini terasa begitu menegangkan. Saya menyukai bagaimana penceritaannya yang seimbang, dan membuat penonton untuk menentukan sendiri, siapa yang menurut penonton benar. Kalau saya sih, pasti akan mendukung Bitate dan kelompoknya.