Jurang antara suci dan keji. Ada kala manusia membenarkan segala cara atas perbuatan-perbuatan keji yang dilakukan dengan tameng keyakinan demi menganggap dirinya manusia suci. “Holy Spider,” karya teranyar persembahan Ali Abbasi, diangkat dari sebuah kejadian yang nyata terjadi di tanah Iran pada tahun 2000-2001. Sebanyak 16 pekerja seks komersial dibunuh secara keji oleh seseorang yang dijuluki “The Spider Killer.”
Menjadi satu kandidat film yang ditayangkan perdana pada Cannes Film Festival 2022, “Holy Spider” mengisahkan Rahimi (Zar Amir Ebrahimi), seorang jurnalis pemberani yang ditugaskan untuk mengumpulkan informasi tentang misteri kasus pembunuhan para pekerja seks komersial di kota Masyhad, Iran. Alih-alih dalam menjalankan pekerjaannya, Rahimi justru ikut menyeret investigasi pengungkapan sang pembunuh, Saeed (Mehdi Bajestani) yang mengakui bahwa apa yang ia lakukan adalah sebuah misi dari tuhan untuk mensucikan tanah Masyhad.
Awalnya saya mengira film ini akan menjadi film yang sangat “disturbing” dan tidak nyaman untuk ditonton karena berdasarkan kisah nyatanya yang sungguh sakit dan menyayat psikis. Berbagai adegan kekerasan dan pelecehan, baik fisik maupun verbal ditampilkan disini, namun Abbasi berhasil menjahit momen demi momen merubah hal-hal tersebut menjadi tontonan intense yang akan memaku kuat mata penonton kedepan layar selama hampir 2 jam durasi film ini.
Menonton “Holy Spider” mengingatkan saya kepada film “Zodiac” karya David Fincher. Kasus yang tidak henti berdatangan selagi hambatan aksi yang datang dari mana-mana. Ketegangan yang intens selalu dapat dirasakan pada setiap menitnya, penonton dapat serta merasakan ancaman yang bisa saja menerkam kapanpun dan dimanapun karakter Rahimi sedang melakukan aksinya. Hal-hal tersebut membuat saya takjub mengingat film ini sudah mengungkap sang pembunuh sedari awal film dimulai, dengan sangat mengalir cerita dapat dijaga agar tetap layak diikuti.
Saya sangat menyukai bagaimana peristiwa ini diadaptasi, latar belakang dan pendekatan karakter Saeed yang menjadi jantung dari ceritanya. Film ini sungguh membuka mata para penonton tentang bagaimana bisa ada seseorang yang dengan keji-nya membunuh wanita secara bergilir dengan mengatasnamakan Tuhan, menganggap dirinya adalah pahlawan yang memperjuangkan misi ilahi, ironinya adalah sebagian besar lingkungan mendukung aksi sang pembunuh, sedangkan dari kacamata Rahimi yang mempertanyakan bagaimana perbuatan ini dapat disebut aksi suci?
Hal tersebut membuat saya berpikir bahwa peristiwa ini tidak bisa sembarangan diadaptasi, disamping kewajiban sang sutradara untuk membuat film ini realistis, juga harus membuat pesan tersampaikan sehalus mungkin namun tetap tidak mentolerir atau memanusiakan pihak-pihak yang bersalah.
Selain berfokus dalam pengkajian terhadap fanatisme agama , “Holy Spider” juga menyuguhkan momen-momen satir bertaburkan fakta-fakta pilu yang terjadi di dunia layaknya misoginisme dan radikalisme, yang mirisnya masih sering ditemukan hingga saat ini. Hal ini menjadikan karya film panjang ketiga dari Ali Abbasi ini terasa otentik, membuat saya menyingkirkan pikiran-pikiran saya terhadap film-film bergenre sejenis untuk dapat dibandingkan.
Tidak lupa untuk dibahas, akting dari Zar Amir Ebrahimi yang sangat memukau. Ia mampu mengajak penonton ikut berdebar tegang dengan kemampuannya bermain dengan emosi, yang menjadikan karakter Rahimi yang terasa sangat dekat dengan penonton. Mehdi Bajestani sebagai Saeed berhasil memperlihatkan penonton bagaimana seorang pembunuh amoral hidup, bahkan diluar adegan pembunuhan pun Ia tetap bisa membuat saya merasa jijik dan marah.
Suasana kota Masyhad disini juga dibuat sangat suram. Permainan warna dalam color grading menambah kesan “dark” seakan-akan kota ini memang kota yang sudah rusak, dan gudang dari segala kejahatan. Score music menjadi salah satu nilai plus untuk film ini, karena benar-benar membuat saya merinding dengan nuansanya yang intim dan mencekam. Bagian yang paling saya suka adalah dimana karakter Saeed ini mempunyai musik genre-nya sendiri. That was really really dope and menacing at the same time.
In overall, “Holy Spider” adalah satu wadah dari sekian banyaknya kejadian penting didunia yang tidak banyak publik ketahui, dan perlu untuk diketahui publik. Publik harus membuka mata akan kehidupan para wanita dibelahan dunia bagian timur yang suram nan penuh ancaman, selagi tidak adanya dukungan baik dari lingkungan terdekat maupun lembaga hukum. Semua hal tersebut dikemas dalam sajian thriller crime yang mencekam yang amat patut untuk disaksikan.