“House” merupakan film buatan Jepang di akhir 1970-an ini, cukup terinspirasi dari kesuksesan salah satu klasik horror Hollywood, “Jaws.” Kisahnya bercerita mengenai 7 orang gadis yang saling bersahabat dan memutuskan untuk mengunjungi salah seorang bibi dari teman mereka di suatu desa terpencil.
Ketujuh gadis belia memiliki nama panggilan yang sebetulnya menggambarkan mereka. Ada Gorgeous, Sweet, Kung Fu, Melody, Fantasy, Mac, dan Prof. Kisah mereka diawali dengan keinginan Gorgeous, yang diperankan oleh Kimiko Ikegami, untuk mengunjungi bibinya, yang diperankan oleh Yoko Minamida. Ini semua berawal dari keputusan sang Ayah yang sepulang dari Italia dan membawa ibu tiri buat Gorgeous.
Balasan surat dari bibi membuatnya mengajak enam sahabatnya. Mereka pun mengunjungi sebuah rumah megah namun terkesan angker yang berada di sebuah desa yang bernama Sayotama. Ketujuh perempuan nekat ini akhirnya bertemu dengan bibi Gorgeous. Singkat cerita, mereka harus melewati sebuah petualangan horror yang harus membuat satu per satu dari antara mereka lenyap di dalam rumah bibi.
Film yang diproduksi oleh Toho, disutradarai oleh Nobuhiko Obayashi. Sebagai sebuah featured film pertamanya, Obayashi menampilkan banyak efek-efek yang kemudian lazim sering digunakan oleh film-film horror Asia. Obayashi juga dengan berani mengambil gaya bercerita yang berbeda dengan memperlihatkan potongan shot close up yang ditambal pada adegan-adegan tertentu. Hal ini memang cukup kurang lazim dalam timpa-menimpa sebuah adegan.
Jajaran pemain film ini memang terbilang cukup amatir. Semuanya, hampir belum cukup dikenal kala itu di Jepang, dan beberapa dari mereka cukup berani untuk tampil telanjang di film ini. Walaupun mengandung beberapa unsur nudity dalam film ini, tetap tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah film porno, karena tidak mengandung maksud tersebut setitik pun.
Apa yang sebetulnya menarik dari film ini? Obayashi memuat saya cukup terkagum lewat efek-efek film ini. Memang sebagian besar adegan dalam film ini dapat kita sadari berada di dalam sebuah studio, dan efek-efek yang ditampilkan memang sudah lazim di film horror, tetapi usaha maksimalisasi untuk menggunakan efek tersebut sangat terlihat, walaupun dapat disadari oleh penonton masa kini.
Film ini sebetulnya merupakan salah satu box office Jepang di jamannya, namun mendapat kritikan pedas yang kurang memuji. Baru akhir-akhir ini, sekitar tahun 2010, ketika film ini dapat masuk ke dalam Criterion Collection dan diperkenalkan kembali ke festival-festival film horror, film cult Jepang dari era 70-an ini mendapat sambutan yang sangat hangat.
Film ini memang sangat tidak realistis. Tetapi yang membuat saya terheran adalah mengapa film horror ini membawakan kisah seriang tujuh gadis, dan tanpa adanya kesan seram ataupun menakutkan bagi penonton. Lagu horror dalam film ini tidak terkesan menakutkan seperti yang digambarkan di film-film seperti “One Missed Call”, “The Exorcist” ataupun “Lentera Merah.”
Apa yang memorable dari film ini? Menurut saya adalah karakter Blanche, kucing kesayangan bibi Gorgeous dan Gorgeous. Kucing putih ini tampil memenuhi adegan-adegan seram dan punya andil sebagai antagonis kedua setelah bibi Gorgeous. Memang saya sudah menyadari, bahwa Blanche yang cukup misterius di awal film akan menjadi sosok pembawa malapetaka untuk gadis-gadis ini. Bila anda menyimak dengan sangat baik, Blanche cukup dijadikan sebagai simbolisasi pada beberapa unsur pendukung, seperti gambar kucing serupa yang tergambar di dinding bus yang membawa gadis-gadis itu, dan hal lainnya.
Secara keseluruhan, this is awesome! Saya sangat mengapresiasi fantasi orang Jepang yang sebetulnya dengan sederhana bisa dibilang aneh dan tidak realistis. Setelah cukup terpukau dengan animasi-animasi Hayao Miyazaki seperti “Spirited Away” hingga “Princess Mononoke”, atau fantasi erotis bernuansa sadisme Nagisa Oshima dalam “In the Realm of the Senses”, Jepang ternyata masih memiliki ekplorasi unrealistic weird fantasy yang hadir di film ini tanpa membuat saya ketakutan ataupun kaget karena kisah horrornya yang sebetulnya bisa membuat penonton cukup nyesek dengan ceritanya.