Mengandalkan banyak pemain veteran, “Quartet” adalah sebuah drama yang membawa kita ke dalam musik opera, persahabatan, dan kehidupan para senior. Sebagai directorial debut-nya, Dustin Hoffman mengadaptasi ceritanya dari sebuah play berjudul sama yang dikarang Ronald Harwood dan sempat dipentaskan pada 1999 lalu.
Cerita dalam film ini terpusat pada sebuah retirement home bernama Beecham House. Yang menarik, Beecham House, yang diambil dari nama Sir Thomas Beecham ini adalah rumah yang khusus disediakan bagi para musician. Walaupun cukup digambarkan terbatas, tetapi para penghuni disana juga terdiri dari icon-icon musik di masanya. Mulai dari penyanyi opera hingga anggota dari orkestra ternama.
Ada sebuah tradisi yang berlaku di Beecham House. Para penghuni akan mengadakan sebuah gala tahunan, demi mengenang Giuseppe Verdi, yang memperkenalkan konsep Casa di Riposo per Musicisti. Di edisi tahun tersebut, Cedric Livingstone, diperankan oleh Michael Gambon, terpilih untuk menjadi director malam gala tersebut.
Dalam masa persiapan tersebut, ternyata rumah yang ramah akan para senior ini kedatangan penghuni baru. Ia adalah Jean Horton, seorang icon sopranis yang diperankan oleh Maggie Smith. Kita akan melihat bagaimana ‘guncangan’ yang terjadi pada Horton, ketika Ia memutuskan untuk masuk ke sebuah ‘retirement house,’ sebuah kesan yang konon sangat menjadi ancaman bagi para senior. Bagaimana tidak, kadang bagi mereka yang memiliki keluarga, mereka seakan ‘diusir’ dari keluarganya. Sebaliknya, bagi yang tidak menikah, fasilitas ini mungkin merupakan pendukung yang tepat untuk membantu mereka yang mulai menua.
Kedatangan Horton ternyata memberikan ide segar bagi Livingstone. Semenjak salah satu pengisi utama mereka yang jatuh sakit, membuat Ia harus kebingungan menjadi ‘bintang’ dalam puncak acara gala. Ia kemudian berniat untuk menghidupkan kembali quartet Rigoletto, yang sebelumnya sempat tenar di perjalanan karier Horton. Untuk itu, Ia menugaskan Cissy, Reg dan Wilf, untuk berkolaborasi kembali dengan Horton. Ceritanya, keempatnya sempat menjadikannya sebagai salah satu hits bersama keempatnya. Disinilah cerita dimulai. Tepatnya juga saat ada rahasia diantara mereka selama ini yang coba diselesaikan.
“Quartet” bercerita dengan alunan yang menarik. Film ini bekerjasama dengan Decca Records, label klasik paling ternama, menghadirkan sederet musik-musik opera klasik ternama. Penonton seakan diajak para veteran-veteran ini untuk kembali ke masa kejayaan mereka. Mulai dari “Brindisi” dan “Rigoletto”-nya Verdi, “The Carnival of the Animals,” “Toccata”-nya Bach, hingga beberapa lagu dari opera “The Mikado,” menghiasi film ini. Sungguh menarik!
Melihat penyutradaraan yang diperlihatkan Hoffman, Ia seakan cukup terfokus untuk menghidupkan film ini tidak hanya dari musik-musik yang hebat, tetapi juga memanfaatkan pemandangan Beecham House yang indah. Mulai dari rumah model klasik yang berkelas, taman-taman yang luas, hingga hutan serta sebuah chapel disana.
Tidak hanya bercerita tentang empat kawanan tokoh utamanya, tapi film ini juga menggali banyak hal. Mulai dari kegiatan sehari-hari mereka, yang diawali dengan morning breakfast, lalu nanti kadang berlanjut dengan sesi-sesi latihan, atau juga bermain crouchette. Yang menarik saat Cissy mengajak Horton untuk mengikuti kelas tarian Salsa. Dengan sinisnya Horton berkomentar, “This is not a retirement house. This is a madhouse.”
Berbicara pemainnya, tentu dengan memasang aktor-aktris kaliber Oscar film ini seharusnya terbilang aman. Kehadiran Maggie Smith, living legend yang masih aktif ini, benar-benar masih menarik. Sosok Smith yang kadang tidak bisa dilepaskan dari gaya keras, serius dan disiplin ini kadang masih bisa memberikan sedikit tawa kecil dari ke-nyinyir-annya. Kalau Tom Courtenay, yang jadi Reg disini, hadir cukup serius.
Tapi yang menarik adalah peran Cissy yang ditampikan Pauline Collins. Aktris penerima nominasi Oscar ini bisa hadir dengan caranya yang cheerful, dan cukup memikat saya dengan penampilannya, walaupun karakter yang super ceria ini memiliki beberapa kekurangan akibat penyakitnya. Tidak ketinggalan, karakter Wilf yang diperankan oleh Billy Connoly, juga cukup menambah bumbu di ceritanya. Lewat karakter yang menderita penyakit prostat dengan sifatnya yang masih ‘nakal’ untuk minum alkohol dan masih genit. Ia masih senang menggoda dr. Lucy Cogan, seorang dokter jaga disana yang diperankan oleh Sheridan Smith. Ensemble cast yang terbilang oke.
Film ini juga merupakan sebuah tribut. Bila anda menyaksikannya hingga habis, penonton akan menyadari kalau semua supporting cast senior yang tampil di film ini merupakan para retired professional musician. End credits film ini akan memperkenalkan mereka satu per satu melalui foto dan karya mereka. Di dalam film, mereka juga diberikan porsi setara oleh Hoffman untuk memperlihatkan mereka yang masih mampu berkarya walaupun sudah tidak di usia produktif mereka. Ini mungkin salah satu hal menarik dari film ini.
Dengan mengangkat tema kisah para senior, saya sedikit teringat dengan film “On Golden Pond”-nya Katharine Hepburn dan Henry Fonda. Kadang, topik menikmati masa tua yang sering diidentikkan dengan menjelang kematian jadi hal yang menarik. Seperti yang disentil film ini, ketika salah satu dari mereka jatuh sakit, petugas dan dokter yang ada di Beecham akan berusaha untuk menenangkan para senior. Mereka saling menjaga perasaan, dan membuat para veteran setidaknya saling mendukung. Seperti yang tergambar dari hubungan Reg dan Wilf.
Juga kadang, ketika adanya pembatasan bagi para senior seakan jadi hal menarik. Ini terlihat ketika Wilf beragumen pada dokter yang melarang dua kakek penghuni yang sedang merokok. Argumen Wilf adalah, “Suppose they were to stop smoking, how much longer are they going to live, a week? It would probably rain that week, anyway.” Yup, I got his point: to enjoying their times.
Film yang dirilis di Toronto International Film Festival ini juga setidaknya meraih sebuah nominasi di Golden Globe, untuk Maggie Smith sebagai Best Leading Actrees in a Musical or Comedy Film. Sayang, “Quartet” terasa tidak terlalu berbekas, dan serasa begitu ‘aman.’ Tapi paling tidak, saya cukup terhibur dengan komedi manis dari para senior-senior ini.