Terlibat dalam 3 pembunuhan sekaligus membuat Yun-Soo menjadi tersangka dan harus di hukum mati. “Maundy Thursday” berkisah mengenai hari-hari terakhir Yun-Soo yang diwarnai dengan secercah harapan ketika Ia bertemu dengan sosok Yu-Jeong.
Yun-Soo, diperankan oleh Kang Dong-Won, adalah seorang pembunuh berdarah dingin. Mungkin Ia dianggap seorang psikopat karena kasusnya yang tega menghabisi 3 perempuan sekaligus. Di sisi yang lain, ada Yu-Jeong, diperankan oleh Lee Na-Yeong. Yu-Jeong merupakan seorang perempuan kaya yang ex-penyanyi yang punya obsesi untuk bunuh diri akibat sakit hati. Berkat ajakan tantenya yang juga seorang biarawati, Sister Monica, yang diperankan oleh Yoon Yeo-Jeong, Yu-Jeong mau menemaninya untuk bertemu dengan Yun-Soo. Selama ini, bagian dari pelayanannya, Sister Monica telah mengunjungi penjara untuk bertemu dengan para narapidana.
Awalnya, pertemuan perdana Yun-Soo dan Sister Monica tidak sebaik yang dibayangkan. Tebalnya dinding hati dan dinginnya Yun-Soo tidak berhasil dijangkau dengan belas kasih Monica. Namun, Yu-Jeong yang berada pada kejadian tersebut malah mencoba untuk bertemu kembali ke Yun-Soo. Alhasil, pertemuan keduanya di penjara ternyata malah membawa mereka berdua ke berbagai hal yang tidak pernah mereka duga.
Opening scene film ini dibuka dengan dramatisasi yang cukup menarik. Adegan seorang pria yang sedang berada di sebuah tempat pembunuhan, dengan latar 3 mayat wanita yang tergeletak bermandikan darah. Adegan ini semakin menarik ketika ditambah dengan musik klasik yang mendramatisir layaknya film misteri. Ternyata, bagian pembuka horror tersebut tidak sejalan dengan kelanjutan ceritanya.
Kisah dalam film ini, yang diangkat dari sebuah novel laris berjudul “Our Happy Time” karangan Gong Ji-Young ini memberi penekanan pada hubungan Yun-Soo dan Yu-Jeong, serta misteri mereka. Sosok Yu-Jeong sedikit mengingatkan saya pada karakter Harold dalam film “Harold and Maude,” yang punya segalanya namun terobsesi dengan kematian. Dendam Yu-Jeong pada sang Ibu akibat sakit hati juga jadi supporting story yang berkesan di film ini.
Lain dengan karakter Yun-Soo, yang punya latar belakang cukup tragis. Pahitnya hidup yang dialaminya sejak kecil, membuat dirinya tidak dapat merasakan hidup yang enak. Perjuangan mengamen bersama mendiang adiknya dari tempat ke tempat lain, dipukuli para preman, hanya jadi segelintir kenangan buruk buatnya.
Alur cerita film ini berhasil dikemas jadi tontonan yang menarik. Saya cukup bertanya-tanya dengan sosok karakter dan motif Yun-Soo, yang kemudian terjawab perlahan-lahan dalam cerita. Jang Min-Seok dan Park Eun-Yong, kedua penulis naskah film ini lumayan berhasil untuk membuat penonton masuk ke dalam cerita dengan berbagai pesan kuat yang coba disampaikan.
Yup, salah satunya adalah tentang pentingnya untuk mengungkapkan perasaan dan kebesaran hati untuk mengampuni. Salah satu momen terbaik buat saya adalah ketika Yu-Jeong menghampiri Ibunya yang sedang bed rest dan mengungkapkan pengampunannya, demi sebuah mukjizat yang diharapkannya. Tentu tidak benar jika kita melakukan sesuatu yang mulia demi tujuan tertentu, dan untungnya jalan cerita film ini sejalan dengan hal tersebut.
Lee Na-Yeong dan Kang Dong-Won berhasil memperlihatkan sebuah penampilan yang cukup mencengangkan. Keduanya berhasil memanipulasi penonton untuk benci akan keburukan mereka, hingga berempati pada derita mereka. Saya cukup kaget dengan Yun-Soo yang terbilang jahat, akan tetapi punya sifat perasa yang tidak terduga. Lain halnya dengan Yu-Jeong yang selama ini frustrasi dengan segala kepahitannya.
“Maundy Thursday” bisa jadi sebuah rekomendasi buat Anda yang memerlukan sebuah refleksi. Tontonan yang lebih dari 2 jam ini mengingatkan kembali kalau “life goes on, so you need to be move on!” Masih banyak hal menarik yang bisa kita coba dan lewatkan, sebelum semuanya sudah jadi terlambat.