Apa yang biasanya terlintas di kepala anak kecil ketika menyaksikan kedua orangtuanya berkelahi? Sedih, pastinya. Apa yang terjadi bila itu kekerasan tersebut terjadi hampir setiap hari? Mungkin isak tangis anak tersebut tak akan mampu membendung jadi sebuah pengalaman pahit yang berujung kepahitan. “Loveless” aka ‘Nelyubov’ akan membawa penonton ke sebuah potret keluarga yang tak harmonis dan tak ada cinta. Seperti judulnya.
Film Russia ini bersetting pada tahun 2012, ketika masyarakat Russia sedang beroptimis dengan reformasi politik kala itu. Tapi, kita tidak akan membahas politik disini. Fokus kita akan terpusat pada Boris, Zhenya dan putra tunggal mereka, Alyosha. Boris, yang diperankan oleh Aleksey Rozin adalah seorang ayah yang berpenghasilan cukup baik dari perusahaan yang terpengaruh kuat dengan pemahaman Ortodoks. Sang istri, Zhenya, diperankan oleh Maryana Spivak, bekerja sebagai pimpinan di sebuah salon kecantikan. Sayangnya, pernikahan yang telah berusia 12 tahun sedang berada di ujung tanduk.
Boris dan Zhenya tidak mempelihatan keakuran. Keduanya bisa saling berdebat malam-malam di rumah, tanpa memikirkan lagi perasaan putra mereka. Alhasil, Alyosha kecil, yang diperankan oleh Matvey Novikov, hanya bisa mengumpat di kamar mandi untuk menangis, sambil mendengarkan ocehan kedua orangtuanya. Memang seperti tak ada potensi rujuk. Parahnya, masing-masing dari kedua orangtuanya sudah memiliki pasangan baru. Sang Ibu tengah jatuh cinta pada seorang duda kaya; dan Ayahnya sudah punya kekasih baru yang tengah mengandung besar. Kedua orangtunya yang sudah memiliki tambatan hati tidak berpikir lagi kemana hati putra tunggal mereka akan tertambat. Akhirnya, Alyosha memutuskan untuk meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan orangtuanya.
Lha? Kok bisa. Alyosha pergi ketika kedua orangtuanya yang Ia tidak ketahui sedang having fun dengan pasangan baru mereka. Lantas, masalah dimulai ketika Zhenya menyadari jika Alyosha tidak pulang. Ia yang khawatir besar kemudian menghubungi Boris. Penonton pun kemudian diajak ke dalam perjalanan pencarian Alyosha, sekaligus mengurai konflik keluarga kecil Boris dan Zhenya.
What a brilliant! “Loveless” terbilang salah satu film yang dapat saya kategorikan sebagai must-see but it’s hard-to-watch. Seperti judulnya, film ini benar-benar menghadirkan kesan yang begitu dingin, tidak seperti film-film keluarga yang menawarkan kehangatan ataupun kasih sayang. Bicara plotnya, cerita yang ditulis oleh Oleg Negin dan Andrey Zvyagintsev berhasil membuat saya terperangkap dan memancing keingintahuan saya dengan nasib Alyosha hingga akhir film.
Penceritaan adalah faktor yang paling kuat di film ini. Terutama bagaimana penyajian themes yang begitu gelap, yang amat terasa dari pengambilan gambar oleh sinematografer Mikhail Krichman yang amat realistis. Shot-shot juga terbilang dikemas artistik, dengan memanfaatkan kaca, sebagai salah satu obyek penjelas untuk penonton. Kerapkali kaca spion mobil ataupun kaca panjang di kamar menjadi pemersatu antar unsur di dalam shot-shotnya.
Tak hanya gelap, tetapi juga dingin. Apalagi ditambah dengan setting cerita di musim dingin, yang membuat saya memutar otak dan membayangkan sembari menyaksikan film ini bagaimana Alyosha sangat hebat untuk mampu bertahan dari ganasnya iklim. Begitupula dengan dialog-dialog orangtuanya dalam memperlakukan Alyosha. Sang Ayah terasa begitu tak acuh, sedangkan sang Ibu hanya bisa menunjukkan penitngnya disiplin tanpa ada rasa care.
Dari sinilah, eksplorasi karakter Boris dan Zhenya menjadi begitu menarik. Saya menikmati keberanian Maryana Spivak yang hadir all-out dalam sosok Zhenya yang begitu ambigu dan bermasalah. Terutama ketika Ia masih menunjukkan sisi keibuan, tapi disisi lain Ia merasa jijik dengan sang putra. Baiknya, film ini tidak menyudutkan satu dari pasangan tak akur ini kedalam kasta antagonis. Sebab, di sisi lain, Boris juga digambarkan tak sempurna. Ia ‘mungkin’ sudah kembali punya anak dengan kekasih gelapnya yang tengah mengandung dan tidak ceritakan. Walaupun tidak sedashyat Spivak, Aleksey Rozin yang berperan sebagai Boris cukup bisa mengimbanginya.
Bila melihat proses produksinya, cerita “Loveless” sendiri digarap Zvyagintsev dari aksi sukarelawan search and rescue Liza Alert, yang merupakan sebuah NGO yang terfokus pada pencarian orang hilang. Di film ini penonton dapat menyaksikan secuil bagaimana proses pencarian dilakukan. Yang pasti, tak hanya sekedar sebar poster saja.
Film ini pertama kali dirilis di Cannes Film Festival pada 2017, dan berhasil meraih Jury Prize. Dari sana, film ini berhasil dilirik Academy Awards, BAFTA dan Golden Globes sebagai salah satu kandidat nominasi untuk film berbahasa asing terbaik. Walaupun tidak menang, “Loveless” menjadi film kedua Zvyagintsev setelah “Leviathan” yang juga terbilang prestatif.
Pada akhirnya, “Loveless” terbilang tontonan yang seharusnya menyadarkan para orangtua, bahwa ketika mereka telah memiliki anak, maka keegoisan individu seharusnya tak jadi prioritas utama. Walaupun dengan konklusi yang terbilang cukup terbuka, saya berkesimpulan bahwa pelajaran yang diberikan Alyosha ternyata lebih setimpal untuk membalas kelakuan orangtuanya. Excellent!
